ADAB MAKAN/MINUM

 Oleh Drs. Abu Bakar




1. Membaca Bismillah Ketika Mengawali Makan/Minum Dan Alhamdulillaah Ketika Mengakhirinya

Perhatikan hadits berikut ini :

سم الله وكل بيمينك وكل مما يليك .

(Sammillaaha wa kul bi yamiinika wa kul mimmaa yaliika)

Artinya :

"(Hai 'Umar bin Abi Salamah ! ), sebutlah Allah (bacalah bismillah), makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang ada di dekatmu".   (HR. Muttafaq 'alaih dari 'Umar bin Abi Salamah r.a.)

Hadits lainnya :

إذا اكل احدكم فليذكر اسم الله تعالى.  فان نسي أن يذكر اسم الله تعالى في اوله ، فليقل : بسم الله اوله واخره .

(Idzaa akala ahadukum fal yadzkurismallaahi Ta'aalaa. Fa in nasia ay yudzkarasmallaahi Ta'aalaa fii awwalihi, fal yaqul :  bismillaahi awwalahu wa aakhirahu)

Artinya :

"Apabila salah seorang kamu mau makan (dan minum), maka hendaklah berdzikir menyebut nama Allah Ta'ala.  Jika ia lupa untuk berdzikir menyebut nama Allah (membaca bismillah) di awal makan (dan atau minum), maka hendaklah ia mengucapkan : Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu".   (HR. Abu Dawud dan Tirmidzy dari 'Aisyah r.a.)

Dalam Kitab Syarah Riyadlush Sholihin, Syaikh 'Utsaimin menjelaskan : Inilah 3 (tiga macam) adab tatakerama dalam makan (minum) yang diajarkan Nabi SAW kepada seorang ghulam (bocah laki-laki yang bernama 'Umar bin Abi Salamah) :

- Pertama, Beliau (Nabi SAW) bersabda : Sammillaaha !  Maksudnya, ucapkanlah Bismillaah.   Tak mengapa seseorang menambahi (kalimat lanjutannya), arrohmaanir rahiim.  Dan jika meringkas dengan  "Bismillaahi" saja, makan sudah mencukupi.  

Membaca Bismillaah ketika hendak makan (minum) itu adalah wajib, demikian Syaikh 'Utsaimin, jika manusia meninggalkannya, maka sesungguhnya ia berdosa , dan ditemani syaithan dalam makan (dan minum)nya.  Dan (tentulah) seseorang  tidak ridlo (senang dan rela) ditemani oleh musuhnya (syaithan) dalam makan (dan minum)nya.   Jika ia tidak mengucapkan Bismillaahi, maka syaithan menemani dia bersama-sama dalam makan (dan minum)nya.

Jika ia lupa membaca Bismillaah di awal makan/minum, lalu ia ingat di tengah-tengah makan/minum, maka hendaklah ia mengucapkan : "Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu", meskipun makanan itu tinggal satu suap, maka syaithan akan memuntahkan makanan tersebut.  

- Kedua,  Nabi SAW bersabda : "Makanlah dengan tangan kananmu !".    

Makan dengan tangan kanan itu wajib, demikian Syaikh 'Utsaimin, barang siapa makan/minum dengan tangan kiri, maka ia berdosa lagi berma'shiyat (durhaka) kepada Rasul SAW. Barang siapa berma'shiyat kepada Rasul berarti sesungguhnya ia berma'shiyat kepada Allah, dan barang siapa yang tha'at kepada Rasul, maka berarti ia sesungguhnya tha'at kepada Allah. 

- Ketiga, "Makanlah dari apa-apa (makanan) yang ada di dekatmu".   

Maksudnya adalah, apabila kamu ada bersama teman, maka makanlah dari makanan yang ada di sisimu, jangan memakan makanan yang dari arah atau yang ada di hadapan temanmu, maka sesungguhnya hal ini (mengambil makanan di hadapan orang lain) adalah "Suu-ul Adab" (tatakeram/akhlaq yang buruk).  Berkata 'Ulama : "Kecuali makanan itu bermacam-macam jenisnya (macam prasmanan, dan disungguhkan untuk bebas mengambil), dalam hal ini boleh seseorang tangannya melangkah ke macam makanan tersebut.   Demikian pula, jika kita  makan sendirian, maka tiada dosa (tak mengapa) kita makan (mengambil) dari tepi yang lain, sebab kita tidak menyakiti seseorang dalam hal ini, tetapi kita janganlah memakan makanan dari atas piring (wadah), sebab keberkahan itu turun dari atasnya (tengah-tengahnya), akan tetapi hendaklah kita memakan makanan itu dari sisi-sisinya (pinggir -pinggirnya) dahulu.  

Dalam hadits di atas, adalah petunjuk bahwa seyoyanyalah bagi kita untuk mendidik mengajari anak-anak kita akan adab-adab makan dan minum, demikian pula adab-adab yang lainnya, macam adab tidur, shalat, dan lain-lain, agar anak-anak kita terbiasa beradab yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sampai dewasa, sampai tua dan sampai akhir hayatnya.

Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.


Sumber bacaan :

1. Kitab Riyadlushshoolihin, Imam Nawawi Damaskus.

2. Syarah Riyadl, Syaikh 'Utsaimin, jld II, hal. 446-447, dll.

Komentar