Oleh Drs. Abu Bakar
Di dalam Kitab Fiqhus Sunnah - tentu saja di kitab-kitab fiqih lainnya - dijelaskan, adab buang air besar (dan atau buang air kecil) berikutnya adalah :
12. Janganlah seseorang istinja (cebok/membersihkan kotoran pada dubur atau qubul setelah buang hajat) dengan menggunakan tangan kanannya untuk menyentuh segala kotoran.
Hal tersebut didasari hadits yang bersumber dari 'Abdurrahman bin Zaid, ia berkata : "Salman r.a. ditanya :
قد علمكم نبيكم كل شيء حتى الخراءة ؟ فقال سلمان : أجل ...نهانا أن نستقبل القبلة بغائط أو ببول ، نستنجي باليمين ، أو يستنجي احدنا باقل بثلاثة أحجار ، وأن لا يستنجي برجيع أو بعظم .
(Qod 'allamakum nabiyyukum kulla syai-in hattal kharaa-ati. Fa qoola Salman : Ajal .....nahaanaa an nastaqbilal qiblata bi ghaa-ithin au bi baulin, nastanjiya bil yamiini, au yastanjiya ahadunaa bi aqolla min tsalaatsati ahjaarin, wa allaa yastanjiya bi rojii-'in au bi 'azhmin)
Artinya :
"Sungguh Nabimu telah mengajari kamu segala sesuatu (malah) sampai-sampai mengenai (cara membersihkan) kotoran manusia ?". Salman menjawab : "Ya betul ..., Beliau (Nabi SAW) melarang kita untuk menghadap (ke arah) qiblat untuk buang air besar atau buang air kecil, (melarang kita) untuk istinja (bercebok) dengan (menggunakan) tangan kanan, atau (Beliau melarang) salah seorang diantara kita istinja kurang dari 3 buah batu, dan (Beliau melarang) beristinja (cecebok) dengan kotoran hewan atau dengan tulang". (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzy dari 'Abdurrahman bin Zaid r.a.)
Hadits lain :
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يجعل يمينه لأ كله وشربه وثيابه واخذه وعطائه ، وشماله لما سوى ذلك .
(Annan Nabiyaa Shallallaahu 'alaihi wa sallama kaana yaj'alu yamiinahu li aklihi wa syurbihi wa tsiyaabihi wa akhdzihi wa 'athoo-ihi. Wa syimaaluhu limaa siwaa dzaalika)
Artinya :
"Sesungguhnya Nabi SAW adalah menjadikan (menggunakan) tangan kanannya untuk : makan, minum, memakai pakaian, mengambil (sesuatu) dan menyerahkan / memberikan (sesuatu). Sementara tangan kirinya (Beliau gunakan) untuk selain itu". (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqy dari Hafshah r.a.)
Kiranya cukup jelas bagi pembaca, konten dari dua hadits di atas. Karena itu tidak perlu disimpulkan lagi.
Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.
Sumber bacaan :
1. Fiqhus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq, Jld.I, hal. 32-33.
2. Bulghul Marom dan Syarahnya, Subulussalam, Imam Ashshon'any.
3. Zaadul Ma'ad, Imam Ibnu Qoyyim Al Jauziyah.
4. Fiqih Islam, H. Sulaiman Rasyid.
5. Fiqih-fiqih Produk Tarjih dan Fiqih Rekom Majlis Tarjih, dll.
Komentar
Posting Komentar