Dzul wajhaini secara harfiah (secara bahasa) artinya dua wajah. Hal ini bersumber dari beberapa hadits yang menurut hasil penelitian para ahli hadits dikatakan shahih. Diantaranya :
من شر الناس ذو الوجهين ، الذي يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه.
( Min syarrin naasi dzul wajhaini, alladzii ya'tii haa-ulaa-i bi wajhin, wa haa-ulaa-i bi wajhin )
Artinya :
" Seburuk-buruk manusia adalah orang yang mempunyai dua muka, (yaitu) yang datang di hadapan orang-orang dengan wajah (tertentu) dan datang di hadapan kelompok yang lain dengan wajah yang lain ". ( HR. Abu Dawud dari Abi Hurairah r.a., menurut tahqiq Abu Muhammad Sulaiman Al Qathuny, hadits ini shahih)
Hadits lain :
تجد من شرار الناس يوم القيامة ، الذي يأتي هؤلاء بحديث هؤلاء ، وهؤلاء بحديث هؤلاء.
Artinya :
" Kamu akan menemukan (nanti) pada hari qiyamat, seburuk-buruk manusia, (yaitu orang) yang datang kepada sekelompok orang-orang dengan membawa cerita tertentu (ini dan itu) kepada mereka, dan datang kepada kelompok lain dengan membawa cerita (ini dan itu yang lain lagi) kepada mereka ". (HR. Ahmad dari Abi Hurairah r.a. juga, menurut hasil tahqiq Syu'aib Al Arnauth, hadits ini shahih)
Hadits lain :
من كان له وجهان في الدنيا ، كان له يوم القيامة لسانان من نار .
Artinya :
" Barang siapa yang mempunyai dua wajah di dunia, pada hari qiyamat (nanti) ia mempunyai dua lidah dari api neraka ". (HR. Abu Dawud dari sahabat 'Ammar r.a., hadits shahih menurut tahqiq Al Qathuny)
Penjelasan 'Ulama.
- Dengan kata lain, "Dzul wajhain" adalah orang-orang munafiq, baik nifaq i'tiqady (keyakinan) ataupun nifaq 'amaly. Nifaq i'tiqady adalah menampakkan diri sebagai mukmin, namun dalam hatinya menyembunyikan kekufuran. Nifaq 'amaly adalah menampakkan diri sebagai orang saleh, namun dalam hatinya menyembunyikan kefajiran (kedurhakaan/kebohongan). Keduanya termasuk "Dzul wajhain" ( orang yang bermuka dua ).
Sebahagian 'Ulama mengatakan, orang yang melakukan "Namimah" (adu domba) juga termasuk Dzul wajhain, sebagai hadits riwayat Imam Ahmad di atas.
Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalany r.h. mengatakan :
وهو من جملة صورة النمام ، وإنما كان ذو الوجهين اشر الناس ، لأ حاله حال المنافق ....
" Dan Dzul wajhain itu mencakup (termasuk kategori) bentuk orang yang melakukan adu domba. Dan sesungguhnya orang yang mempunyai dua wajah itu adalah manusia yang paling buruk, sebab keadaannya sama dengan orang munafiq, sebab ia suka menyelipkan kebathilan dan kebohongan untuk merusak diantara manusia".
Adapun orang yang menampakkan sikap yang berbeda di tengah orang-orang sesuai dengan keadaannya, ini tidak termasuk "Dzul wajhain" yang dicela dalam hadits. Sebagai contoh misalnya :
- Seorang suami ketika di luar rumah bersikap wibawa, sedang di tengah keluarganya ia ceria dan jenaka.
- Seorang penuntut ilmu di tengah-tengah temannya banyak bicara, sedang di depan gurunya ia banyak diam.
- Seorang warga biasa bicara bahasa sehari-hari, lalu ketika ada pejabat ia berbahasa halus dan sopan. Dan lain-lainya.
Ini semua bukan termasuk "Dzul wajhain" yang dimaksud dalam hadits. Bahkan ini semua terpuji, karena termasuk sikap yang tepat pada tempatnya. Nabi SAW bersabda terkait konteks ini :
أنزلوا الناس منازلهم.
" Perlakukanlah orang lain (manusia) dengan perlakuan yang sesuai mereka masing-masing ". ( HR. Abu Dawud, hadits ini dihasankan oleh Syu'aib Al Arnauth, tetapi dilemahkan oleh Syaikh Al Albani. Tetapi makna hadits ini benar sebagaimana analisis Syaikh bin Baz r.h. ).
Demikian pula perintah para Salaf untuk berbicara dengan suatu kaum sesuai dengan tingkat pemahaman mereka. Ali bin Abi Thalib berkata :
حدثوا الناس بما يعرفون ، اتحبون أن يكذب الله ورسوله .
" Berbicaralah (sampaikanlah khabar) kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka ketahui, apakah kamu suka Allah dan rasul-Nya didustai". ( HR. Bukhari )
Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.
Sumber bacaan :
1. Sunan Abu Dawud, Tahqiq Abu Muhammad Sulaiman Al Qathuny, hal. 566, bab : Fii Dzil Wajhaini.
2. Riyadlush-Shoolihin.
3. Subulussalam juz IV.
4. Kulliyah Akhlaq, Prof.Dr.Yunahar Ilyas, Lc., MA., dll
Komentar
Posting Komentar