GERHANA BULAN (II)

 Oleh Drs. Abu Bakar





Kaifiyat Shalat Gerhana

Dalam Kitab Fiqih Sunnah  karya Syaikh Sayyid Sabiq, jilid I, halaman 180 - 182, tentu saja di kitab-kitab fiqih lainnya, dijelaskan selanjutnya mengenai cara-cara shalat gerhana, baik bulan maupun matahari.   

Ia menjelaskan, telah sepakat para 'Ulama menetapkan bahwa shalat gerhana itu (hukumnya) SUNNATUN MUAKKADATUN (Sunnah yang ditekankan untuk diamalkan), baik laki-laki maupun perempuan.  Dan bahwasanya yang lebih utama (afdol) hendaklah shalat gerhana itu dikerjakan secara berjamaah, meskipun bukan sebagai syarat.  Dan seseorang (mu-adzdzin) menyeru (memberi peringatan) dengan kalimat, "Ash-sholaatu jaami'ah !"  (Bahasa lokalnya, "Mari kita kumpul melaksanakan shalat berjamaah khusuf !").

Jumhur 'Ulama menetapkan bahwa shalat gerhana itu dikerjakan dengan dua rekaat, di tiap-tiap rekaat dua kali ruku'.  Hal ini didasari hadits yang bersumber dari 'Aisyah r.a., ia berkata : 

خسفت الشمس في حياة النبي صلى الله عليه وسلم فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى المسجد ، فقام فكبر وصف الناس........ الخ

Artinya :

"Telah terjadi gerhana matahari di masa hidup Nabi SAW,  Rasulullah SAW keluar menuju masjid, lalu berdiri terus membaca takbir (takbiratul ihram), dan manusia berbaris di belakangnya, maka Beliau membaca bacaan yang panjang (membaca surat Al Fatihah dan lainnya), kemudian takbir terus ruku' dengan ruku' yang panjang (bacaannya) tetapi durasinya di bawah bacaan yang pertama (bacaan surat).  Kemudian Beliau mengangkat kepalanyao terus mengucapkan : "Sami'allaahu Liman Hamidah, robbanaa walakal hamdu".  Kemudian Beliau berdiri (lagi yang kedua), terus membaca bacaan (surat) yang panjang, tetapi bacaan ini lebih pendek durasinya ketimbang dari bacaan (rekaat) yang pertama, kemudian Beliau takbir terus ruku', tetapi ruku'nya lebih pendek durasi dari ruku' yang awal, kemudian Beliau mengucapkan : "Sami'allaahu Liman Hamidah, robbanaa walakal hamdu".   Kemudian Beliau sujud.  Kemudian Beliau mengerjakan pada rekaat berikutnya (rekaat kedua) seperti (cara-cara) tersebut (di rekaat pertama), hingga Beliau menyempurnakan 4 kali ruku' dan 4 kali sujud.   Dan matahari menjadi teranglah kembali (gerhana sudah berakhir) sebelum Beliau bubaran (selesai shalat).  Kemudian Beliau berdiri (di mimbar), lalu berkhuthbah memberi nasihat kepada manusia, menyanjung-nyanjung (memuji-muji) kepada Allah dengan apa-apa yang Dia miliki, kemudian Beliau bersabda : "Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat dari ayat-ayat Allah (tanda-tanda kebesaran Allah) 'Azza wa Jalla, tidak terjadi gerhana keduanya lantaran matinya seseorang dan bukan pula lantaran hidupnya seseorang.  Karena itu, bila kamu melihat keduanya (terjadi gerhana), maka bergegaslah untuk melaksanakan shalat (gerhana) !".   (HR. Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.)

Hadits yang spesifik dengan isi hadits di atas, juga diriwayatkan oleh Bukhari - Muslim dari sahabat Ibnu 'Abbas r.a.

Imam Ibnu 'Abdil Barr r.h. berkata : Dua hadits ini adalah hadits yang paling shahih dalam bab ini.  Berkata Imam Ibnul Qoyyim r.h. (setelah mengumpulkan dan menelaah hadits-hadits seputar gerhana ini) : Sunnah yang shahih yang terang yang muhkamah (yang bisa ditetapkan) pada shalat gerhana ini adalah berulangnya ruku' (dua kali ruku') pada setiap rekaatnya, mengingat hadits dari 'Aisyah, Ibnu 'Abbas, Jabir, Ubay bin Ka'ab, 'Abdullah bin 'Amr dan Abi Musa Al Asy'ari r.a.  Semua mereka itu meriwayatkan dari Nabi SAW dengan cara berulangnya ruku' (dua kali ruku') dalam satu rekaat.  Dan yang meriwayatkan dua kali ruku' itu lebih banyak, lebih besar dan lebih istimewa dengan (bersama) Rasulullah SAW ketibang dari orang yang tidak menyebut-menyebut (membicarakan) dua kali ruku'.    

Inilah pandangan (yang menyebutkan dua kali ruku' dalam setiap rekaatnya) yang dipilih oleh Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad.   Sementara Imam Abu Hanifah memilih atau  berpandangan bahwa shalat gerhana itu adalah dua rekaat seperti keadaan shalat id dan Jum'at, didasari  hadits bersumber dari sahabat Nu'man bin Basyir dan Qabshah Al Hilaly,  riwayat Ahmad dan Nasa-i.

Waktu Shalat Gerhana

Waktu shalat gerhana, yaitu sejak keadaan terjadi gerhana sampai  keadaan bulan/matahari terang kembali (seperti semula, atau sampai berakhir tidak ada lagi gelap pada bagian permukaan bulan atau matahari).  

Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.


Komentar