HIKMAH MAULID : AKHLAQ TERHADAP RASULULLAH SAW

 Oleh Drs. Abu Bakar




Di samping mencintai Rasulullah SAW, kita juga seharusnya mencintai orang-orang yang dicintai oleh Beliau dan membenci orang-orang yang dibencinya, lebih khusus lagi mencintai dan memuliakan keluarga dan sahabat-sahabat Beliau.  Rasulullah SAW melarang umatnya mencela sahabat-sahabat Beliau. 

لا تسبوا اصحابي ، فلو أن احد كم أنفق مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصفه.

(Laa tasubbuu ash-haabii, falau anna ahadakum anfaqa mitsla uhudin dzahaban maa balagha mudda ahadihim walaa nishfahu)

Artinya :

"Janganlah kamu cela sahabat-sahabatku. Andaikata seseorang diantara kamu memberikan infaq emas sebesar gunung Uhud, tidak akan sampai menyamai satu mud pun (infaq) salah seorang diantara mereka, bahkan setengah mud pun tidak (akan bisa menyamai kemuliaan para sahabat)".  (HSR. Bukhari)

Karena cinta kepada Rasulullah SAW, dengan sendirinya kita merasa terhina apabila ada yang menghina Rasulullah SAW, atau menghina orang-orang yang dicintai Beliau.

Sesudah mencintai Rasulullah SAW, kita juga berkewajiban menghormati dan memuliakan Beliau, lebih daripada menghormati dan memuliakan tokoh mana pun dalam sejarah umat manusia.  Diantara  bentuk penghormatan dan pemuliaan terhadap Beliau adalah tidak boleh mendahului Beliau dalam mengambil keputusan atau menjawab pertanyaan.  

ياايها الذين امنوا لا تقدموا بين يدي الله ورسوله ، واتقوا الله ، إن الله سميع عليم. 

Artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya (dalam menetapkan sesuatu) dan bertaqwalah kepada Allah.   Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".  (QS. Al-Hujurat : 1).

Menurut Muhammad 'Ali Ash-Shaabuuni, para sahabat, jika diajukan pertanyaan di dalam majlis yang dihadiri Nabi SAW, mereka tidak mau mendahului beliau menjawab. Apabila dihidangkan makanan, mereka tidak akan memulai makan sebelum Nabi SAW memulainya.  Kalau berjalan bersama Nabi SAW, mereka tidak akan berada di depan.

Para sahabat, karena sangat hati-hatinya menjaga jangan sampai mendahului Rasulullah SAW, apabila ditanya oleh Rasulullah SAW biasanya mereka menjawab dengan mengatakan : "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu", sekalipun sebenarnya mereka tahu jawabannya.

Misalnya dalam haji wada', Rasulullah SAW bertanya tentang tahun, bulan dan hari itu, mereka tahu jawabannya, tetapi tetap menjawabnya dengan menyatakan : "Allah dan RasulNya yang lebih tahu".    Waktu ditanyakan kemudian hari, kenapa mereka menjawabnya seperti itu, mereka mengatakan khawatir kalau Rasulullah SAW bertanya hanya sekedar pengantar untuk merobah nama hari, bulan dan tahun waktu itu.

Demikianlah sikap para sahabat, memuliakan dan  menghormati Rasulullah SAW.   Bagi kita sekarang, di mana secara fisik Rasulullah SAW tidak lagi hadir bersama kita, tidak mendahului Beliau itu dimanifestasikan dengan tidak menetapkan suatu perkara sebelum membahas dan meneilitinya terlebih dahulu dalam Al Qur'an dan Sunnah sebagai dua warisan Beliau yang selalu dipedomani.   Atau senantiasa mengkonfirmasikan kepada kedua sumber tersebut. 

Bentuk lain dari menghormati dan memuliakan Rasulullah SAW adalah tidak berbicara keras di hadapan Beliau.  (Tengoklah makna dan tafsir QS. Al Hujurat : 2 !)

Sanksi bagi yang melanggar larangan Allah Ta'ala di atas, tidak tanggung-tanggung, yaitu hilang lenyap seluruh pahala amal kebaikan yang telah dilakukan. Tetapi sebaliknya, bagi yang mematuhi juga dapat janji pahala yang besar.   (Tengoklah makna dan tafsir QS. Al Hujurat : 3 ! )

Pertanyaannya, apakah larangan berbicara keras di hadapan Rasulullah SAW dalam ayat di atas tetap relevan setelah Rasulullah SAW meninggal dunia ?  Menurut Prof. Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc., MA., penulis Buku Kulliyah Akhlaq (waktu itu masih bergelar, Drs.H.Yunahar Ilyas, Lc., MA.), menurutnya, sikap penghormatan terhadap Rasulullah SAW dalam berbicara seperti yang dijelaskan di atas, dapat diteruskan setelah Beliau wafat, (yaitu) dengan tidak mengeraskan suara di hadapan para 'Ulama pewaris Nabi SAW di dalam majlis yang sedang dibacakan atau diajarkan warisan Nabi SAW (Al Qur'an dan Sunnah), dan juga di Masjid Nabawi (Madinah), dan lebih khusus lagi di kuburan Nabi SAW. 

Demikian diantara gambaran dan cara mencintai Rasulullah SAW.    Semoga bermanfaat, baarokallaahu fiikum.


Sumber bacaan :

- Sama seperti episod yang lalu (episod ke-83).

Komentar