HIKMAH MAULID : AKHLAQ TERHADAP RASULULLAH SAW.

 Oleh Drs. Abu Bakar




Masih seputar "Mengikuti dan Menta'ati Rasul".

Di samping perintah mengikuti dan mentaati Rasul, banyak ayat yang memberikan peringatan keras untuk tidak menentang Beliau. Yakni ancaman akan dimasukkan ke dalam neraka. Tengoklah misalnya QS. An-Nisa ayat 115 !

Artinya :

"Dan barang siapa yang  menentang Rasul sesudah jelas (terang benderang) baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu adalah seburuk-buruknya tempat  kembali" .   (QS. An-Nisa : 115)

Bagi seorang mukmin, tidak ada jawaban lain apabila diperintah untuk patuh pada Rasulullah SAW, kecuali ucapan "Sami'naa wa atho'naa", sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT.  Tengoklah QS. An-Nuur ayat 51 !

Artinya :

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka, ialah ucapan : "Kami mendengar dan Kami patuh".   Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung".   (QS. An-Nuur : 51)

Apabila perintah Rasul itu tidak diikuti, malah yang diikuti adalah kemauan masing-masing, maka yang rugi bukanlah Rasulullah, tetapi kita sendiri.  Tengoklah QS. Al Hujurat ayat 7 dan Al An'am ayat 253 !  

Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW, berarti mengikuti jalan lurus dengan mematuhi segala rambu-rambunya. Rambu-rambu jalan yang lurus itu adalah segala aturan kehidupan yang dibawa oleh Rasulullah SAW yang terlembagakan dalam Al Qur'an dan Sunnah. Itulah dua warisan yang ditinggalkan Rasul untuk ummat manusia, yang apabila selalu dipegang teguh, ummat manusia tidak akan tersesat buat selama-lamanya.  

تركت فيكم امرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما ،. كتاب الله وسنتي .

(Taroktu fiikum amraini, lan tdlilluu maa tamassaktum bihimaa, kitaaballaahi  wa sunnatii)

Artinya :

"Aku tinggalkan pada anda semua dua hal, yang kamu tidak akan tersesat selamanya bila kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku".   (HR. Hakim)

Ajaran Al Qur'an dan Sunnah yang diwariskan oleh Rasulullah SAW bersifat komprehensif (mencakup seluruh kehidupan).  Secara garis besar, warisan Rasulullah SAW tersebut dapat dibagi kepada aspek 'aqidah, 'ibadah, akhlaq dan mu'malah.  Diantara empat aspek tersebut ada yang dijelaskan secara terperinci, yang oleh karena itu bersifat statis, dan ada yang hanya diberikan garis besar atau prinsip-prinsipnya saja, sehingga bersifat dinamis.  Yang bersifat statis itu adalah aspek 'aqidah, 'ibadah, akhlaq (dalam pengertian nilai-nilai baik buruknya tidak berubah, tapi manifestasinya bisa berubah), dan sebahagian kecil aspek mu'amalh (yaitu tata kehidupan berkeluarga).  Sedangkan yang bersifat dinamis adalah sebahagian besar aspek mu'amalah (politik, ekonomi, sosial-budaya, hankam, dll).

Ajaran yang statis tidak boleh mengalami perubahan, karena fungsinya sebagai dasar atau landasan normatif yang membingkai dan mewarnai semua aspek kehidupan manusia.  Sejak pertama kali diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat, sampai kepada zaman kita sekarang ini, dan untuk masa seterusnya, aspek-aspek yang statis itu tidak boleh mengalami perubahan.  Apabila terjadi perubahan, akibat pengaruh yang datang dari luar Islam, baik dari agama-agama maupun dari budaya lain, maka menjadi tugas ummat Islam umumnya, dan para 'Ulama pembaharu khususnya, untuk melakukan pemurnian (purifikasi).  Yang dibersihkan dari aspek 'aqidah adalah unsur-unsur syirik dan khurafat dan dari aspek 'ibadah adalah unsur-unsur bid'ah.   Sedangkan dari aspek akhlaq nilai baik dan buruk yang sudah mengalami pergeseran, dikembalikan kepada nilai-nilai Al Qur'an dan Sunnah.

Berbeda dengan aspek yang statis, maka ajaran Islam yang bersifat dinamis (yaitu sebagian besar aspek mu'malah) selalu terbuka menerima perubahan. Oleh karena itu, Islam hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja, sedangkan pengembangan dan penjabarannya diserahkan kepada historisitas ummat manusia di setiap waktu dan tempat.  Misalnya, prinsip musyawarah dalam memilih pimpinan, dapat dilaksanakan dengan mekanisme yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Demikianlah, dalam aspek statis kita mengikuti dan mematuhi Rasulullah SAW apa adanya, tanpa mengurangi dan menambahnya, tetapi dalam aspek yang dinamis kita hanya dituntut mengikuti prinsip-prinsipnya atau garis besarnya saja.  Dengan demikian, kita dapat mengembangkannya sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan.

Demikian kajian bersambung ini, semoga bermanfaat.  Baarokallaahu fiikum.


Sumber bacaan :

- Sama seperti pada episod yang lalu (episod ke-83).

Komentar