PENYEMBELIHAN SECARA SYAR'IY /الذكاة الشرعية (BAG.KE-1) : PENGERTIAN DAN HAL-HAL YANG DIWAJIBKAN DALAM PENYEMBELIHAN SECARA SYAR'I

Oleh Drs. Abu Bakar




Dijelaskan di dalam Kitab Fiqih Sunnah, tentu saja di dalam kitab-kitab lainnya, beberapa hal terkait dengan materi ini, diantaranya :


A. Pengertian الذكاة الشرعية (Penyembelihan secara syar'i)


Adz-dzakaat makna asalnya adalah ath-thathayyub (mengenakan wangi-wangian), diantaranya ra-ihatun dzakiyyatun = thayyibatun (bau-bauan yang wangi, bagus). Mengapa sembelihan itu dinamakan "Dzakaat ?". Karena pembolehan secara syar'i itu membuat sembelihan itu menjadi bagus dan lezat (dagingnya).  


Pendapat yang lain dikatakan, bahwa Dzakaat maknanya adalah tatmiin (menyempurnakan), diantaranya : Fulaanun dzakiyyun, maksudnya orang yang sempurna pemahamannya.


Tetapi yang dimaksud "Dzakaatusy-Syar'iyyah" di sini adalah menyembelih hewan atau mengorbankan hewan dengan (cara) memotong urat hulqumnya (saluran nafas) dan urat mari-nya (saluran makan dan minum dari/di bawah tenggorokan). Sesungguhnya hewan yang halal memakannya, tidak boleh memakan sedikitpun darinya melainkan melalui disembelih (secara syar'i). Kecuali ikan dan belalang (maka, tidak mesti disembelih lagi, karena tidak ada perintahnya).


B. Hal-hal Yang Wajib Ada Dalam Penyembelihan Secara Syar'i


Wajib ada dalam penyembelihan secara syar'i itu hal-hal sebagai berikut :


1. Hendaklah orang yang menyembelih itu : berakal sehat (baik laki-laki atau perempuan), muslim, atau kitabiyyan (ahli kitab, macam orang Yahudi dan atau orang Nasrani). Jika hilang keahliannya (kecakapannya untuk menyembelih), disebabkan keadaannya mabuk atau gila atau anak yang belum mumayyiz (belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan mana yang benar dan mana yang salah), maka sesungguhnya hasil sembelihannya tidak halal. Demikian pula sembelihan orang musyrik penyembah patung (penganut agama paganis/agama bumi), orang zindiq (orang kafir yang pura-pura beriman) dan orang murtad (orang yang keluar dari agama Islam).


Tentang Hewan Hasil Sembelihan Ahli Kitab, bolehkah dimakan oleh Orang Islam ?


Dalam hal ini beragam pendapat diantara para 'Ulama.


- Imam Al Qurtubi (salah seorang ahli tafsir) berkata : Berkata Ibnu 'Abbas r.a. :  


قال الله تعالى: ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه وانه لفسق.

ثم استثنى فقال : وطعام الذين اوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم.

Artinya :

Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan (perbuatan yang keluar dari keta'atan)". [ QS. Al-An'am : 121 ]


Kemudian Allah mengecualikan, lalu Dia berfirman : 


"Dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka...". (QS. Al Maidah: 5)


Yakni sembelihan orang Yahudi dan Nasrani, meski orang Nasrani ketika menyembrlih ia mengucapkan dengan nama "Al Masih", dan orang Yahudi mengucapkan dengan nama "'Uzair", hal itu sesungguhnya mereka menyembelih atas nama agama (millah). 


Berkata 'Atho (seorang 'Ulama tabi'in) : "Makanlah dari hewan sembelihan orang Nasrani meskipun ia mengucapkan : "Bismil masih (dengan menyebut nama Al Masih)", sebab sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membolehkan hewan-hewan sembelihan mereka dan Allah sungguh mengetahui apa yang diucapkan mereka.


Dan Al Qasim bin Mukhaimarah juga berkata : "Makanlah dari hewan sembelihan orang Nasrani meskipun ia mengucapkan : "Bismi sarjis (nama sebuah gereja milik mereka)". 


Hal ini adalah pendapat dari Imam Azzuhri, Rabi'ah, Syu'bi dan Makhul (dari kalangan tabi'in). Dan diriwayatkan dari dua sahabat : Abi Darda dan 'Ubadah bin Shamit r.a.


Kelompok (yang lain) berkata : "Apabila kamu mendengar Ahli Kitab menyebut SELAIN Nama Allah 'Azza wa Jalla, maka janganlah kamu makan (daging hewan sembelihannya) !


Sahabat yang memegang pendapat ini adalah : 'Ali, 'Aisyah dan Ibnu 'Umar. Dan juga pendapat yang dipegangi Thawus dan Al Hasan (dari tabi'in) yang memegang teguh keduanya dengan firman Allah Ta'ala :

ولا تأكلوا مما........ (الأنغام: ١٢١).

"Janganlah kamu memakan dari binatang yang tidak disebut Nama Allah ......". (QS. Al An'am : 121)


Sementara Imam Malik : memakruhkan dan tidak mengharamkannya (memakan daging sembelihan Nasrani ini).


Imam Ibnu Rusydi ikut menyoroti hal tersebut (masalah tersebut di atas), dalam kitabnya, "Bidayatul Mujtahid" juz I, bahwasanya hal itu adalah apabila tidak diketahui bahwa sesungguhnya Ahlul Kitab itu (apakah) menyebut nama Allah atas hewan sembelihannya (atau tidak). Maka Jumhur ('Ulama) berkata : "Boleh dimakan". Ini berdasar riwayat bersumber dari Ali r.a. Tetapi apabila diketahui bahwa mereka menyembelih hewan itu untuk hari raya mereka dan untuk gereja mereka, maka para 'Ulama beragam pandangan :

- Imam Malik : memakruhkan (memakan daging mereka). 

- Imam Asyhab : membolehkan.

- Imam Syafi'i : mengharamkan. Wallaahu a'lam.


Demikian untuk sementara, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.


Sumber bacaan :

1. Fiqh Sunnah jld III, hal. 263 dst.

2. Bidayatul Mujtahid, juz I, hal. 329 dst.

3. Zaadul Ma'ad.

4. Kifayatul Akhyar.

5. Fathul Qarib (Taqrib).

6. Subulussalam, jld.IV, hal. 80 dst.


Komentar