Oleh Drs. Abu Bakar
7. Syarat-syarat Hewan Qurban
Dijelaskan di dalam Kitab Fiqih Sunnah, tentu saja di dalam kitab-kitab fiqih lainnya, bahwa diantara syarat-syarat hewan qurban adalah selamat dari kecacatan (adanya cacat). Maka tidak boleh berqurban dengan hewan yang cacat, misal : hewan yang sedang sakit, hewan yang matanya buta sebelah, hewan yang pincang, hewan yang kurus tidak ada gajihnya, dan tambahan (hasil ijtihad 'Ulama) , yaitu hewan yang terbelah-belah (rombeng) kupingnya atau patah-patah (remuk) tanduknya. Bersabda Rasulullah SAW :
أربعة لا تجزيء في الأضاحي : العوراء البين عورها ، والمريضة البين مرضها ، والعرجاء البين ظلعها ، والعجفاء التي لا تنقى.
Dibaca :
Arba'atun laa tujzii-u fil adloohii : al 'auroo-ul bayyinu 'auruhaa, wal mariidlotul bayyinu marodluhaa, wal 'arjaa-ul bayyinu zhola'uhaa, wal 'ajfaa-ul latii laa tunqoo.
Artinya :
"Empat macam (hewan) tidak mencukupi (memenuhi syarat) dalam berqurban :
- hewan yang buta mata sebelahnya dengan nyata.
- hewan yang sedang sakit dengan nyata sakitnya.
- hewan yang pincang kakinya dengan nyata pincangnya.
- hewan yang kering kepalanya tidak bergajih (kurus). [ HR. Tirmidzy, dan ia menilai, hadits ini hasan - shahih ]
Hadits yang spesifik juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, Hakim dan lainya.
Menurut hadits di atas, ada 4 kriteria hewan yang tidak boleh atau tidak memenuhi syarat untuk berqurban. Terkait dengan keadaan hewan, ada beberapa hal lain yang dipandang oleh para 'Ulama termasuk cacat juga, sehingga menyamakan keadaan ini dengan 'illat yang ada pada hadits di atas, yaitu termasuk hewan yang cacat, sehingga 'Ulama menambahkan :
Disamakan hukumnya dengan 4 macam hewan yang cacat di atas : hewan "hatma" (yang hilang gigi depannya/gigi serinya dari akarnya), hewan " 'ashma " (yang pecah sarung tanduknya), hewan yang buta kedua matanya, hewa "taula" (yang suka patroli/keliling-keliling bebas dan tidak diurus/ditambat), dan hewan yang banyak kudis/kurapnya. Tetapi tak mengapa (boleh untuk berqurban) hewan " 'ajmaa " (yang tak fasih bicara), hewan "batraa" (yang buntung ekornya atau tak berekor), hewan yang hamil, hewan yang diciptakan tanpa kuping, atau setengah kupingnya atau bokongnya hilang. Tetapi menurut pendapat yang lebih shahih di kalangan pengikut Imam Syaif'i, tidak mencukupi (untuk berqurban) hewan yang buntung (hilang) bokongnya dan pentil teteknya (pentil susunya), karena tertinggalnya bagian yang dimakan. Demikian pula (tidak mencukupi) hewan yang buntung ekornya. Mengenai gigi-gigi hewan, Imam Syafi'i berkata :
لا نحفظ عن النبي صلى الله عليه وسلم في الأسنان شيئا .
"Kami tidak hafal sama sekali (haditsnya) dari Nabi SAW mengenai gigi-gigi (hewan)".
Wallaahu a'lam, maksud Imam Syafi'i, mengenai gigi-gigi hewan itu, jika retak atau pecah/patah atau ompong/jebol, bagaimana itu hukumnya, bolehkah untuk berqurban? Imam Syafi'i belum menemukan haditsnya tentang hal ini. Jika tidak ada hadits yang melarangnya, berarti boleh. Urusan makanan/minuman dan urusan keduniaan lainnya, selagi tidak ada larangan, itu hukumnya boleh. Qi'idah Ushul :
الأصل في الاشياء الإباحة حتى يكون (أو يدل) الدليل على تحريمها .
"Hukum asalnya pada segala sesuatu (urusan keduniaan) itu adalah dibolehkan, sehingga ada dalil (dari Al Qur'an dan Hadits) menunjukkan atas diharamkannya".
Wallaahu a'lam.
Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.
Sumber bacaan :
- Sama seperti episod yang lalu (episod ke-1).
Komentar
Posting Komentar