PUASA YANG DIKEHENDAKI OLEH ALLAH SWT.

Oleh Ust. Drs. Abu Bakar



Di dalam kitab al-Islam 'Aqidah wa Syari'ah Prof. Dr. Syekh Mahmud Syalthuth menjelaskan hasil tinjauan dan analisis ilmiahnya bahwa benar-benar telah berlaku atas lisan manusia bahwa puasa itu adalah menahan diri dari makan, minum dan bersentuhan jenis (berhubungan badan). Dengan (pandangan) inilah kebanyakan orang-orang Islam menyangka bahwa manusia manakala sudah melakukan menahan diri dari tiga perkara tersebut sepanjang harinya, berarti ia telah melaksanakan puasa dan keluar dari perjanjian taklif (beban perintah) dan dia telah menunaikan apa-apa yang diwajibkan Allah atasnya.  

Kenyataannya ini merupakan keterangan bagi puasa yang dikaitkan dengan segi tampilannya (performennya) dan segi gayanya saja, dan kedua perkara ini, penampilan dan gaya, bukanlah haqiqat puasa yang telah dibebankan terhadap hamba-hamba-Nya dan yang telah diwajibkan atas mereka. Sesungguhnya Allah SWT memulai ayat puasa itu dengan firman-Nya : 

يا ايها الذين امنوا 

"Hai orang-orang yang beriman ...", dan diakhiri dengan firman-Nya : 

لعلكم تتقون 

"Agar kamu bertaqwa", dan dengan firman-Nya:

ولعلكم تشكرون 

"Dan agar kamu bersyukur".

Dan di antara permulaan dan penutupan (ayat tersebut) terdapat perintah puasa: 

كتب عليكم الصيام 

(Tengok QS Al-Baqarah ayat 183, 184, dan 185).  

Syekh Mahmud Syalthuth selanjutnya menjelaskan, tidak ada keraguan bahwa seruan dengan menyebut iman (Yaa ayyuhalladziina aamanuu!) di awal ayat. Itu merupakan dasar segala kebaikan dan sumber segala keutamaan. Dan menyebut taqwa (La'allakum tattaquun) di akhir ayat, itu merupakan ruh iman dan rahasia kebahagiaan, petunjuk yang kuat dan dalil yang terang bahwa puasa yang dituntut (dikehendaki oleh Allah SWT) bukanlah semata-mata menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan, tetapi puasa yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat menghilangkan keimanan, tidak sesuai dengan keimanan itu, dan menahan diri dari segala sesuatu yang dapat menghilangkan keutamaan taqwa dan muroqobah (introspeksi diri).  

Karena itu, orang yang menghadapkan ('ibadah puasanya) kepada selain Allah dengan sengaja dan mengharapkan, tiada puasalah baginya.   

Orang yang berfikir untuk melakukan segala dosa, sibuk mengurus segala fitnah, segala tipu daya (kebohongan dan kecurangan) dan memerangi Allah dan rasul-Nya dalam jama'ah orang-orang yang beriman, tiada puasalah baginya.   

Orang yang menyembunyikan hatinya di atas iri, dengki dan marah terhadap kumpulan pembicaraan orang-orang yang ingin mempersatukan dan berbuat untuk mencerai-beraikan mereka dan melemahkan kekuasaan mereka, tiada puasalah baginya. 

Orang yang bertindak tidak jujur terhadap orang -orang yang berbuat aniaya (zhalim), bersikap elok terhadap orang-orang yang bodoh, dan tolong-menolong terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan, tiada puasalah baginya.  

Orang yang curang (khianat) terhadap kemaslahatan umum kaum muslimin, mencari pertolongan dengan harta-benda Allah untuk kemaslahatan pribadi, kesukaan dan syahwatnya, tiada puasalah baginya. 

Demikian pula orang yang mengulurkan tangannya, lidahnya atau salah satu anggota dari anggota-anggota tubuhnya untuk menyakiti hamba-hamba Allah, atau untuk menerjang pengharaman-pengharaman (larangan-larangan) Allah, tiada puasalah baginya. 

Orang yang berpuasa adalah Malaikat dalam bentuk manusia, yakni tidak boleh berbohong, tidak ragu-ragu (terhadap kebenaran dari Allah dan rasul-Nya), tidak boleh memfitnah, tidak boleh berfikir dan merenung untuk menipu atau berbuat keburukan, tidak boleh saling menipu, dan tidak boleh makan harta benda manusia dengan cara yang bathil. 

Inilah makna puasa (shaum) yang dihimpun bentuk rupanya, yaitu menahan diri dari segala yang membatalkan. Maknanya adalah menjaga, memelihara ruh iman dengan muroqobah (introspeksi diri). Dengan demikian, orang yang berpuasa itu berarti menghimpun dengan ibadah puasanya antara mengosongkan jiwanya dan mensucikanya dari segalan kotoran dosa, melepaskan dan membersihkannya dengan segala kebaikan. Karena itu, Rasul 'alaihishsholaatu wassalaamu memberikan isyarat dengan sabdanya :

من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه .

Artinya :

"Barang siapa tidak menghentikan perkataan dan perbuatan dusta dan perbuatan jahil (tidak didasari ilmu syar'i), maka bagi Allah tiada gunanya ia meninggalkan makanan dan minuman". (almaksud : puasanya tidak berguna). [ HR Jama'ah dari Abi Hurairah r.a., Lafazh hadits punya Abi Dawud ]

Dan sabda Beliau :

ليس الصيام من الأكل والشرب ، وإنما الصيام من اللغو والرفث .

Artinya :

"Puasa itu bukanlah (hanya) menahan makan dan minum, tetapi puasa adalah menahan diri dari perbuatan yang sia-sia (tidak berguna) dan perkataan yang kotor". (HR Ibnu Khuzaimah dari Abi Hurairah r.a.)

Dan cukuplah bagi kita untuk selalu ingat akan firman Allah Ta'ala :

إنما يتقبل الله من المتقين 

Artinya :

"Sesungguhnya Allah hanya menerima ('amal perbuatan) dari orang-orang yang bertaqwa". (QS Al-Maidah : 27)

Demikian, semoga bermanfaat. Baarokallaahu fiikum.


Sumber bacaan :

1. Tafsir/Terjemah Al Qur'an, Depag RI.

2. Al Islam, 'Aqidah wa Syari'ah, Prof.Dr.Syekh Mahmud Syalthuth, hal. 115-116.

3. Fiqih Sunnah, Jilid I, hal. 364 dst.

4. Pedoman Puasa, Prof.Dr.TM.Hasbi Ash-Shiddiqy, hal. 49 dst.

5. Fiqih Tarjih, hal. 173 dan 182, dll.

Komentar