Cinta Kepada Allah

 Oleh Ust. Drs. Abu Bakar



Makna dan Tolok Ukur Cinta kepada Allah

Allah SWT berfirman dalam Surat Ali 'Imran ayat 31–32:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
“Katakanlah (Muhammad): Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu.”
(QS. Ali 'Imran: 31)

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul. Jika mereka berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”
(QS. Ali 'Imran: 32)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dua ayat mulia ini adalah ujian dan tolak ukur bagi siapa pun yang mengaku mencintai Allah. Tidak cukup hanya mengaku, tetapi harus dibuktikan dengan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Barang siapa mengikuti beliau dalam ucapan dan perbuatannya, berarti ia benar-benar mencintai Allah.

Cinta kepada Allah = Cinta kepada Rasulullah SAW

Cinta kepada Allah tidak bisa dipisahkan dari cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Bentuk cintanya tidak cukup dengan kata, tetapi harus tampak dalam:

  1. Menjadikan cinta kepada Nabi SAW lebih besar dari cinta kepada siapa pun.
    Rasulullah SAW bersabda:

    لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ، وَوَالِدِهِ، وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
    “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.”
    (HR. Muslim dari Anas r.a.)

  2. Mengikuti akhlak beliau dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aqidah, ibadah, maupun muamalah duniawiyah.
    Rasulullah SAW bersabda:

    إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلَاقِ
    “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
    (HR. Ahmad dari Abu Hurairah r.a.)

    Ketika ‘Aisyah r.a. ditanya tentang akhlak Nabi, beliau menjawab:

    “Akhlak beliau adalah Al-Qur’an.”
    (HR. Muslim)

    Allah SWT sendiri memuji akhlak Nabi SAW:

    وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
    “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
    (QS. Al-Qalam: 4)

    Dan juga menyebut beliau sebagai teladan sempurna:

    لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
    “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...”
    (QS. Al-Ahzab: 21)


Refleksi Diri: Sudahkah Kita Mencintai Rasulullah SAW?

Beberapa pertanyaan penting sebagai bahan refleksi khususnya di bulan Rabi’ul Awwal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW:

  1. Sejauh mana kecintaan kita kepada Rasulullah SAW?

  2. Sudahkah keimanan dan aqidah kita sesuai dengan ajaran beliau?

  3. Sudah benarkah cara-cara ibadah kita seperti yang dicontohkan beliau?

  4. Sudahkah akhlak kita—kelembutan, kesantunan, dan kejujuran—mencerminkan akhlak Nabi SAW?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut layak kita renungkan dan evaluasi sebagai wujud cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya.


Penutup

Cinta kepada Allah tidak cukup dengan pernyataan lisan. Ia harus dibuktikan dengan ketaatan kepada Rasulullah SAW, menjadikan beliau panutan utama dalam seluruh aspek kehidupan.

Semoga kita semua tergolong ke dalam golongan orang-orang yang benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Baarakallaahu fiikum.


Sumber bacaan:

  1. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I

  2. Nurul Yaqin, karya Syaikh Khudari Beik

Komentar