Kajian Adab: Dilarang Banyak Tertawa dalam Islam

 Oleh Us. Drs. Abu Bakar




Pendahuluan

Tertawa adalah bagian dari fitrah manusia. Ia merupakan ekspresi jiwa yang alami (naturalis) dan bisa menjadi salah satu cara meredakan tekanan psikologis. Bahkan dalam kondisi tertentu, tertawa dapat memberi manfaat kesehatan dan memperbaiki suasana hati.

Namun demikian, terlalu banyak tertawa secara berlebihan dapat berbahaya bagi kondisi spiritual dan hati seorang mukmin. Rasulullah ﷺ memperingatkan umatnya agar tidak larut dalam tawa, karena dikhawatirkan akan melemahkan kepekaan hati dan membuat lalai dari dzikir serta amal akhirat.


Hadis Tentang Larangan Banyak Tertawa

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُكْثِرُوا الضَّحِك، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُـمِيتُ الْقَلْبَ

“Janganlah kalian terlalu banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu mematikan hati.”
(HR. Ibnu Mājah, no. 4193, dari Abu Hurairah RA – Hadis Hasan)

Imam al-Bukhari juga meriwayatkan makna yang serupa dari jalur sahabat Abu Bakr al-Hanafi.


Makna dan Hikmah Hadis

Dalam hadis ini, Rasulullah ﷺ tidak melarang tertawa secara mutlak, melainkan melarang terlalu sering tertawa—terutama jika disertai sikap berlebihan, lalai, dan terbahak-bahak tanpa kontrol. Hal ini bisa menyebabkan:

  • Hati menjadi keras dan mati rasa, tidak peka terhadap dosa dan nasihat.

  • Melalaikan seseorang dari ibadah dan dzikir kepada Allah.

  • Menurunkan kualitas keseriusan dalam kehidupan spiritual dan sosial.

Dalam istilah ushul fikih, mafhum mukhālafah-nya (pemahaman dari kebalikan lafaz) adalah: tertawa itu boleh, asalkan tidak berlebihan dan tetap menjaga adab. Nabi ﷺ sendiri pernah tersenyum, bahkan kadang tertawa ringan sebagai bentuk kasih sayang dan keakraban.


Ketawa yang Terpuji dalam Islam

Tertawa yang terpuji adalah:

  • Senyum dan tawa ringan, tidak berlebihan.

  • Tidak menghina orang lain, tidak menjatuhkan martabat, tidak membuka aib.

  • Disertai dengan kontrol diri dan kesadaran akan adab.

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa senyum Rasulullah ﷺ lebih sering daripada tawanya. Dan jika tertawa, beliau hanya menampakkan gigi gerahamnya, tidak terbahak-bahak.


Penutup

Tertawa adalah hal yang wajar dan bisa menjadi anugerah. Namun, Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam mengekspresikan kegembiraan. Janganlah berlebihan dalam tertawa hingga melalaikan kita dari kehidupan akhirat dan mengeraskan hati.

Marilah kita menjaga kesehatan ruhani kita dengan lebih banyak berdzikir, merenung, dan bersyukur, serta tersenyum dengan adab dan penuh kasih sayang sebagaimana Rasulullah ﷺ.

Baarakallāhu fīkum.
Semoga Allah memberkahi kita semua.


Sumber Bacaan

  1. Sunan Ibnu Mājah, hal. 768, Hadis No. 4193

  2. Fath al-Bari, Syarh Shahih al-Bukhari

  3. Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn, bab Adab Sosial

  4. Syarah Nawawi ‘ala Muslim, terkait adab Nabi ﷺ dalam tersenyum dan tertawa

  5. dan lain-lain


Komentar