Kajian Akhlaq Sosial: Menyebarkan Kejelekan Orang Lain: Boleh atau Haram?

 Oleh Ust. Drs. Abu Bakar



Larangan Menyebarkan Aib Orang Lain

Menyebarkan kejelekan atau membuka aib orang lain adalah perbuatan tercela yang dilarang dalam Islam. Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan sesama Muslim, kecuali dalam keadaan tertentu yang dibenarkan oleh syariat.

Dalil Hadis:

...وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, niscaya Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.”
(HR Bukhari dari Shafwan, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad)

Hadis ini mengajarkan bahwa menjaga rahasia dan aib orang lain adalah bentuk akhlak mulia yang akan dibalas Allah dengan kebaikan pula di akhirat.


Tujuan Menutupi Aib:

Menutupi kejelekan orang lain bertujuan agar:

  • Ia punya kesempatan bertaubat dan memperbaiki diri.

  • Fitnah sosial dan kehancuran martabat tidak tersebar.

  • Tercipta lingkungan masyarakat yang damai, tanpa saling membuka keburukan.


Kapan Aib Boleh Diungkap?

Namun, jika menutup aib itu justru menimbulkan kerusakan yang lebih besar bagi agama, umat, atau masyarakat—seperti membuat pelaku makin berani berbuat jahat—maka menyampaikan kejelekan tersebut diperbolehkan, dengan syarat bertujuan kemaslahatan (istishlāḥ) dan bukan untuk mencemarkan nama baik.

Contoh Kasus:

  • Selingkuh, penipuan, fitnah, adu domba yang merugikan banyak orang.

  • Keburukan tokoh publik atau pemimpin yang bisa berdampak pada umat.


Syarat dan Batasan Boleh Menyebarkan Aib:

Menurut para ulama fiqih, berikut kondisi yang membolehkan membuka kejelekan orang lain:

  1. Saksi dalam kasus kejahatan: di pengadilan, saksi boleh menyampaikan fakta buruk pelaku.

  2. Orang yang dizalimi: boleh mengadukan perbuatan zalim kepada pihak berwenang.

  3. Jaksa atau aparat hukum: dalam menjalankan tugasnya, boleh membeberkan bukti yang memberatkan.

  4. Ulama ahli hadis: boleh menjelaskan kecacatan perawi demi menjaga otentisitas hadis.

  5. Melindungi masyarakat: jika seseorang menjadi ancaman sosial, maka masyarakat perlu diberi peringatan.

Namun semua itu tidak boleh dilandasi kebencian, dendam, atau hasad (iri). Niatnya harus murni demi maslahat umat dan dilakukan dengan cara yang baik dan terukur.


Penutup

Islam melarang ghibah dan membuka aib orang lain sembarangan. Namun dalam kondisi darurat dan untuk kemaslahatan yang nyata, hal itu bisa menjadi pengecualian dengan rambu-rambu syar’i.

“Barang siapa menutupi aib saudaranya, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.”
(Makna dari hadis-hadis sahih)

Semoga kita termasuk orang-orang yang menjaga lisannya, menolong kebaikan, dan tidak menjadi penyebar keburukan.


Semoga bermanfaat.
Bārakallāhu fīkum.


Sumber Bacaan:

  1. Tanya Jawab Al-Islam, Jilid 4, hal. 34–36

  2. Shahīh al-Bukhārī, Kitāb al-Adab

  3. Riyāḍuṣ-Ṣāliḥīn, Bab Ghibah dan Menjaga Kehormatan

  4. Kitāb al-Adzkar, Imam an-Nawawi


Komentar