Oleh Ust. Drs. Abu Bakar
Sebagian orang yang belum mampu menghafal surat atau ayat-ayat Al-Qur’an secara sempurna, terkadang membawa mushaf saat shalat. Ada yang menempelkan tulisan ayat pada dinding, ada pula yang meletakkannya di tempat sujud untuk dibaca.
Lalu, apakah hal seperti ini dibolehkan dalam shalat?
Dalil dan Atsar Sahabat
Meski belum ditemukan hadis Rasulullah ﷺ yang secara eksplisit membahas hukum membaca mushaf dalam shalat, terdapat atsar (riwayat dari sahabat) yang dapat dijadikan rujukan. Dalam perkara ibadah yang bukan pokok, Rasulullah ﷺ mengisyaratkan bahwa kita boleh meneladani para sahabat.
Salah satu atsar yang dijadikan dasar hukum adalah:
فَإِنَّ ذَكْوَانَ مَوْلَى عَائِشَةَ كَانَ يَؤُمُّهَا فِي رَمَضَانَ مِنَ الْمُصْحَفِ
"Sesungguhnya Dzakwan, mantan budak 'Aisyah radhiyallāhu ‘anhā, pernah mengimaminya dalam shalat Ramadan dengan membaca dari mushaf."
(HR. Mālik dalam Al-Muwaṭṭa’)
Atsar ini menunjukkan bahwa sahabat Nabi seperti 'Aisyah radhiyallāhu ‘anhā membolehkan orang yang belum hafal untuk membaca dari mushaf dalam shalat, termasuk saat menjadi imam.
Pandangan Ulama
Beberapa ulama mendukung kebolehan membaca mushaf dalam shalat selama rukun dan adab shalat tetap terjaga.
Imam Asy-Syāfi‘i menerima riwayat dari Imam Mālik ini dan menjadikannya dasar kebolehan.
Imam An-Nawawi rahimahullāh berkata dalam Syarah Shahih Muslim:
"Jika mushaf terjatuh atau terbalik beberapa saat dalam shalat, maka tidak membatalkan shalat. Jika seseorang memandang tulisan selain Al-Qur’an lalu kembali menghadirkan kekhusyukan dalam shalatnya, maka shalatnya tetap sah, meskipun lama memandangnya. Namun, perbuatan tersebut hukumnya makruh (tidak disukai)."
Kesimpulan
Membaca mushaf Al-Qur’an saat shalat diperbolehkan dan tidak membatalkan shalat, dengan syarat rukun, sunnah, serta adab-adab shalat tetap dijaga dengan baik.
Praktik ini lebih dianjurkan bagi orang yang belum hafal Al-Qur’an, khususnya dalam shalat-shalat malam seperti tarawih atau tahajud. Namun, apabila sudah mampu menghafal, maka lebih utama membaca dari hafalan karena lebih mendekati makna khusyuk.
Sumber bacaan:
-
Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, Jilid I, hlm. 225.
-
Subul as-Salām, Muhammad bin Isma’il Ash-Shan’ani.
-
Pedoman Shalat, Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddieqy.
Komentar
Posting Komentar